USTADZ MAWARDI MUHAMMAD SALEH, MASIHKAH SALEH ??

Oketime.com - Kontestas Pilkada Riau belakangan mulai memanas, khususnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur riau, pasca ditetapkan sebagai calon, satu hari setelahnya langsung digelar pencabutan nomor urut paslon, moment itu sempat diwarnai adanya insiden keributan antar pendukung calon, tak tau apa sebabnya, video beredar ada tuduhan pelanggaran, sehingga ada teriakan minta diundi ulang penomoran (sepertinya ada yang tidak ikhlas dengan nomor yang raih paslon yang didukung hehe). Selang beberapa saat kemudian ada konferensi pers ketua bawaslu yang menerangkan tidak ada pelanggaran pada saat pencabutan nomor urut, hanya saja ada kesepakatan yang dilanggar, kesepakatan tidak membawa atribut yang sebenarnya menurut peraturan KPU membolehkan bawa atribut saat pencabutan nomor urut, hanya saja supaya lebih tertib dan berjalan lancar disepakati untuk sama-sama tidak membawa atribut.

Yang lebih menarik dari pertelagahan politik ini adanya keriuhan diberbagai platform media social setiap hari dari para pendukung paslon, baik di WAG, facebook, tiktok dan juga instagram, terlebih pasca adanya pernyataan nota kesepakatan antara ulama ternama Ustadz Abdul Somad yang secara terang-terangan menjatuhkan pilihan politik dan dukungan politik kepada pasangan paslon Abdul Wahid-SF Hariyanto dengan tagline populernya ‘Bermarwah’. Berbagai reaksi dari masyarakat pun terjadi, ada yang merespon secara positif serta turut memberikan dukungan dan tentunya juga ada yang negatif terutama dari para pendukung lawan yang bereaksi keras atas sikap Ustadz Abdul Somad karna memilih mendukung bukan dari calon yang mereka dukung.

UAS singkatan nama populer Ustadz Abdul Somad memang bukan sekali ini memilih berisikap dalam politik, baik secara terang-terangan maupun juga ajakan yang menggunakan isyarat dalam memberikan dukungan, terlepas apakah pilihan dan sikap politik itu diikuti oleh masyarakat atau tidak, UAS tentu juga tidak terlalu mempersoalkan itu, karna UAS sendiri pasti memahami bahwa masyarakat juga punya sikap dan pilihan politiknya masing-masing. Namun dalam beberapa cuplikan video yang beredar untuk kontestasi Pilkada Riau kali ini, UAS terlihat mendukung juga sekaligus turun langsung bersama calon yang ia dukung untuk melakukan kampanye, sepertinya ini jugalah yang menjadi sebab lawan-lawan politik kepanasan, mengingat UAS yang notabene ustadz kondang yang tidak sedikit memiliki pendukung, terutama di Provinsi Riau tempat ia berdomisili.

Langkah dan sikap politik UAS yang terang-terangan ini sepertinya menjadi kekhawatiran yang besar bagi lawan-lawan politik paslon yang ia dukung, mereka pasti mengetahui seberapa besar pengaruh UAS bagi kehidupan masyarakat riau saat ini, sehingga ketika UAS memberikan seruan dan ajakan pasti banyak masyarkaat yang akan mengikuti pilihan politik Ustadz kondang itu, hal ini terlihat dari munculnya berbagai opini dan narasi yang menyerukan ‘ulama jangan berpolitik, nanti umat akan terbelah’, ada juga ‘UAS harusnya jadi penyuluh dan penuntun umat saja, jangan terlibat dalam politik praktis’, yang lainnya, ‘UAS harunya dukung Ustadz Mawardi saja, karena sama-sama ulama’. narasi—narasi itu sudah mulai dilemparkan ketengah masyarakat, sepertinya ini siasat dan strategi yang dihembuskan lawan-lawan politik agar menghentikan langkah UAS, atau bisa jadi agar masyarakat tidak perlu mengikuti pilihan politik Ustadz Abdul Somad.

Tidak cukup sampai disitu saja, kepanikan lawan politik juga terlihat dari opini-opini yang menyerang UAS secara pribadi, mulai dari menanggapi salah satu video pengajian UAS yang mengatakan pembangunan salah satu jalan atas atensi salah satu paslon, “dulu jalan ini berlobang seperti kolam lele, sudah memakan korban, berkat perjuangan salah satu anggota DPR (sekarang calon gubernur) jalan ini dibangun, dukunglah, jangan lupa”kata UAS dalam cuplikan video itu, namun ajakan UAS dalam video itu direspon negatif, bahkan sudah menuduh secara pribadi “UAS telah melakukan kebohong publik, jalan itu dibangun pakai APBD bukan dari sia anu” respon salah satu figuran yang namanya populer ‘…. bulu’ itu. Selang beberapa hari setelah itu Kadis PU Kampar juga membenarkan atas atensi anggota DPR jalan itu dibangun, pakai APBD karna ruasnya kabupaten punya, Anggota DPR yang calon gubernur itu juga banyak memperjuangkan jalan dikampar melalui dana APBN dengan skema dana alokasi khsusus ungkap kadis PU Kampar, akhirnya reda isu negative itu dan masyrakat akhirnya jadi malah semakin tau, “oo ternyata banyak bapak itu bantu pembangunan di Kampar ya” ucap salah satu warga tetangga rumah.

Adalagi yang terbaru, ketika UAS dalam satu moment bersama calon yang ia dukung berkunjung dibeberapa tempat dengan mengenakan kaos santai bertuliskan ‘Riau Rumah Semua Suku’ pun mendapat tafsiran negative, menurut penuis itu bukan saja negative tetapi sudah tafsir sesat dan dengki, sebut saja nama anonim penulisnya ‘Alas’ yang memuat opininya kesalah satu media online yang megatakan bahwa baju yang UAS kenakana dengan tulisan ‘Riau Rumah Semua Suku’ itu provokatif, sedang menggambarkan riau sebagai daerah yang inteloran, seharusnya UAS sadar ia juga hanya pendatang ke riau ini, kata si penulis itu. Si penulis beranonim alas ini juga tidak akan menghargai UAS ini dengan gelarnya ulama atau ustadz, karna UAS tim sukses yang berpotensi akan melakukan tipu muslihat politik, si pemuat opini ini lupa ternyata opini yang ia muat ini justru menuai komen dan hujatan negative terhadap dirinyanya sendiri, ini yang disebut senjata makan tuan, karena justru orang lain yang membaca kalimat di kaos yang UAS kenakan bersama salah satu calon gubernur sudah menggambarkan Riau yang memang terbuka dan menerima perbedaan, pendatang dari berbagai penjuru dunia yang bermukim di riau memang menganggap riau adalah rumah bagi mereka, inilah sebenarnya prinsip nilai tunjuk ajar melayu warisan nenek moyang yang tergambar dari ‘rasa’ atau ‘ungkapan’ hati orang yang datang dan tinggal di riau, oleh sebab itu siapapun yang membaca opini itu akan mengataka si punilisnya gagal faham, dengki dan busuk hati.

Menariknya lagi terungkap nama penulis yang beranonim ‘Alas’ itu merupakan pendukung salah satu calon yang juga ikut kontestasi pilgub riau saat ini, semasa si calon ini berkuasa, si ‘Alas’ ini hidup dan menyusu dari APBD yang disuntikan ke lembaga yang ia pimpin, kabarnya masih sebagai ketua sekarang, desas-desusnya susu yang dihisap ganda alias doble dan ada indikasi penyalahgunaan alias korupsi duit hibah APBD itu, sehingga berkemungkinan ia khawatir jagoannya akan kalah dalam kontestasi kali ini, terlebih UAS yang tidak pernah turun gunung, sekali ini memilih turun gunung, sebab itu timbul kepanikan dan membuat narasi opini yang membi buta, bagaimana mungkin masyarakat akan percaya dengan seorang yang ia nya masih bergaduh dengan urusan perut, alih-alih mengkritik maqam keulamaan UAS yang sudah diakui seluruh jagad bumi bahkan bisa jadi populer dilangit hehe, informasi ini juga penulis baca disalah satu rubrik opini yang memberikan reaksi keras terhadap si ‘alas’ ini. Allahua’lam

Dari rangkaian kejadian riuh politik pilgub riau ini, penulis hanya ingin menyorot dan menggugat eksistensi ulama kenamaan Ustadz Dr. H. Mawardi Muhammad Saleh, ia merupakan salah satu calon menempati posisi wakil gubernur, dalam kegaduhan narasi yang tendensius, provokatif dan bahkan berpotensi pada ujaran kebencian, ia sebagai ulama tidak hadir memberikan kesejukan dan ketenangan, terlebih dalam gerakan politik santun dari para pendukungannya, desas-desusnya orang-orang termasuk media yang menyerang Ustadz Abdul Somad dengan narisi opini negative dan gagal gaham itu adalah bahagian dari barisan tim pendukungnya (maaf koreksi kalau salah), agar kita tahu bahwa kehadiran Ustadz mawardi yang merupakan mufti, ulama itu benar-benar berperan dan mengilhami para pendukungnya dengan narasi yang mengedukasi bagi khalayak masayrakat riau ini.

Penulis juga meyakini bahwa hubungan panas dingin antar UAS dan Mantan Gubernur Syamsuar ia juga mengetahuinya, alih-alih menjembatani agar terjadi islah dan saling memaafkan, ustadz mawardi justru terima tawaran menajdi wakil calon gubernur, public sudah memgetahui bagaiman seorang gubernur bernama syamsuar itu menjelek-jelek UAS dibelakangnya, jangankan pembelaan terhadap dirinya yang sering diserang dan dituduh ustadz radikal, malah memburukan dan turut menjelekan UAS. Padahal, 2018 lalu ia terpilih sebagai gubernur karna didukung oleh UAS sendiri, tidak heran kalau kemudian netizen banyak merespon syamsuar merupak calon gubernur tidak memiliki komitmen, tidak pandai berterimakasih dan bahkan ada yang lebih kasar lagi berpotensi menjadi pemimpin yang “muafik”. Disitulah semestinya keberadaan ustaz Mawardi Muhammad Saleh harusnya memberikan peran, sebagai ulama, mufti yang masuk ke dalam panggung politik, harusnya dapat memberikan warna baru bagi arena kontestasi pilkada riau ini.

Ada hal menarik lagi tentang sosok Ustadz Mawardi Muhammad Saleh ini, penulis diceritakan oleh salah satu teman, pada suatu momen tidak lama setelah ditetapkan sebagai calon, disalah satu warung kedai kopi di jalan arifin ahmad tidak jauh dari simpang Paus Pekanbaru, istri si teman ini sarapan bersama teman-temannya, tidak lama hadirlah tim sukses (tau tim sukses karna bicara politik) sedang menunggu kehadiran orang penting, selang beberapa waktu datanglah tokoh penting ini lalu masyarakat yang sedang sarapan diajak berphoto ria, ternyata ia nya adala calon wakil gubernur Ustad Mawardi Muhammad Shaleh, sejurus kemudian perbincangan mereka terjadi, tepat disebelah meja si istri teman dan rekan-rekan kerjanya, pembicaraannya seputar tentang politik termasuk membahas soal UAS yang mereka kritisi karna mendukung salah satu paslon, ternyata UAS hanya politisi biasa, agaknya kenapa bukan mereka yang didukung, ustadz mawardi pun larut dalam ghibah alias rumpi itu, si ibu istri teman inipun dalam hatinya berkata, kok sesama ulama saling menjelek kan ?, selang beberapa saat kemudian si calon wagub ini beramah-ramah dengan rombongan teman istri, nanya KTP dan minta dukungan, karna mendengar ada pembicaraan yang menjurus kepada kejelekan terutama mengenai UAS (ia pengikut panatik UAS) si ibu istri teman ini akhirnya berkata “maaf saya pendukung bermarwah keluarga Wahid” (padahal bukan keluarga), sejurus kemudian suasana hening (agaknya pucat jugalah takut terekam) dan setelahnya merekapun mengalihkan tema pembicaraan dan pergi secara pelan tanpa ada ajakan berphoto riau lagi hehe. Ini cerita teman penulis, agak lain, awak bertanya dalam hati, “betul tak ni itu Ustadz Mawardi ? salah tak” (semoga salah). Allahua’lam

Akhirnya sampailah pada keseimpulan penulis dan bertanya-tanya heran, benarkah ini ulama ternama itu ? Dr. Mawardi Muhammad Saleh, yang bergelar mufti itu ?? cendikiawan ahli fiqih itu ? atau setelah masuk dalam arena politik praktis, ia lalu tidak saleh lagi?? Terlebih dapat tawaran yang posisioning sebagai calon wakil gubernur, setelah gagal jadi DPR RI, jangan sampai terucap kata “ah tenyata ulama juga haus kekuasan dan jabatan”. Hendaknya hadirkanlah “Saleh” dalam artian menampilkan sisi keulamaannya, yang bisa mejadi suluh dan penyejuk, meredakan ketegangan, menjadi penjembatan keretakan hubungan, dan jangan membiarkan kekaguhan-kegaduhan, apatah lagi mengamini pertikaian, perang opini sampai pada ujaran kebencian dan serangan pribadi terutama kepada Ustad Abdul Somad yang ianya juga punya sikap pilihan berdasarkan ijtihadnya untuk menentukan pilihan politik.

Kasang Kulim, 03 Oktober 2024
Maulana Al-Malik