Setelah Membantah, Undip Akui Ada Bullying di PPDS, Termasuk Dipalak Rp40 Juta

SEMARANG, Oketime.com - Setelah membantah, pihak Universitas Diponegoro (Undip) akhirnya mengakui adanya praktik bullying atau perundungan terhadap para dokter yang mengikuti Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) dr Kariadi Semarang.

Dikutip dari Kompas.com, Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, Yan Wisnu Prajoko, dalam konferensi pers di FK Undip, Semarang, Jateng, Jumat (13/9/2024), mengakui praktik perundungan di PPDS Undip terjadi dalam berbagai bentuk, berbagai derajat dan berbagai hal.

"Kami menyampaikan dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis internal kami, terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal," ujar Yan Wisnu Prajoko.

Yan Wisnu Prajoko juga mengakui adanya perundungan berupa iuran Rp20-40 juta per semester di PPDS Undip prodi anastesi. Pungutan itu mewajibkan mahasiswa baru PPDS Undip membayar iuran makan selama 1 semester atau 6 bulan. Yan Wisnu mengakui pungutan uang dari junior itu digunakan untuk kebutuhan mahasiswa baru dan para seniornya selama menjalani PPDS di RSUP dr Kariadi.

Dia mengatakan, ada sekitar 7 sampai belasan mahasiwa baru yang masuk di PPDS Anestesi Undip setiap semester.

"Jadi kalau di anestesi l, di semester 1 mereka per bulan satu orang Rp20-40 juta untuk 6 bulan pertama. Untuk gotong royong konsumsi, tapi nanti ketika semester 2, nanti gantian yang semester 1 terus begitu, jadi semester 2 tidak itu lagi," ujarnya.

Selain uang makan, iuran dari mahasiswa semester 1 itu digunakan untuk membayar operasional lainnya seperti menyewa mobil hingga membayar kos.

"Jadi mereka memenuhi kebutuhan manusiawi mereka cukup besar, kalau di sini untuk operasional mereka sewa mobil, menyewa kos dekat rumah sakit terkait dengan operasional. Anestesi antara 7-11 mahasiswa per semester, mereka menyampaikan ke tim investigasi, temuan yang signifikan itu," jelas dia.

Tak hanya itu, dia juga mengakui, iuran mahasiswa baru di prodi anastesi terbilang besar ketimbang prodi lainnya.

"Di tempat lain mungkin praktiknya ada, tapi sebagian besar sudah mengikuti imbauan saya, di anastesi itu yang agak nominalnya besar," ungkap dia.

Dekan FK Undip menegaskan pungutan itu bukanlah hal yang benar untuk dilakukan dengan alasan apa pun. Sehingga itu termasuk dalam perundungan.

"Saya sampaikan di balik rasionalisasi apa pun orang luar melihatnya kurang tepat, bahkan diksi dipalak, dipungut. Jadi perundungan tidak selalu penyiksaan, tapi by operationalnya, konsekuensi dari pekerjaan mereka," pungkasnya.

"Kami memohon maaf kepada masyarakat, terutama kepada Kementerian Kesehatan, kepada Kemendikbudristek, dan kepada Komisi IX (DPR RI), kami memohon maaf kalau masih ada kesalahan kami di dalam kami menjalankan proses pendidikan, khususnya kedokteran spesialis ini," sambungnya.

Yan kemudian meminta arahan dari para pemangku kepentingan, pemerintah, dan komponen-komponen masyarakat dalam proses perbaikan PPDS di Undip.

"Kami mohon dukungan dari pemerintah dan masyarakat, untuk kami dapat melanjutkan proses pendidikan kedokteran spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, khususnya saat ini adalah program studi anestesi dan perawatan intensif, supaya kami bisa berperan serta memberikan sumbangsih kepada negara untuk segera memenuhi kebutuhan SDM dokter spesialis dan terdistribusi merata di seluruh nusantara," katanya.

Menuduh Oknum

Dikutip dari Republika.co.id, Direktur Layanan Operasional RSUP dr Kariadi, Mahabara Yang Putra, juga mengakui bawa aksi perundungan dalam PPDS memang terjadi. Namun dia menekankan bahwa hal itu dilakukan oknum.

"Oknum ini sedang dalam penyelidikan. Oknum tadi yang melakukan sebuah perundungan, memanfaatkan posisinya, dia merundung, melakukan pemerasan terhadap adik kelasnya," ungkap Mahabara ketika diwawancara media bersama anggota Komisi IX Irma Suryani Chaniago di RS Kariadi, Semarang, Jumat.

Mahabara mengungkapkan, terkait persoalan perundungan tersebut, RS Kariadi akan melakukan sejumlah evaluasi dalam pelaksanaan PPDS.

"Kita akan memperbaiki bagaimana proses dari sejak awal input seleksi, di mana di situ juga kita harus mengevaluasi bibit-bibit tadi, secara budi pekerti, secara kompetensi, secara hati nurani, dan motivasi," katanya.

Karena RS Kariadi merupakan RS vertikal di bawah naungan Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Mahabara mengatakan, RS Kariadi nantinya siap mengikuti kebijakan dari Kemenkes dan Komisi IX terkait pelaksanaan PPDS.

"Jadi ada big picture nanti yang itu kita percaya bahwa wakil-wakil rakyat kita sudah memikirkan kebijakan yang lebih besar dalam mengawinkan pelayanan dengan pendidikan," ucapnya.

Pihak Undip dan RS Kariadi akhirnya mengakui adanya perundungan setelah kematian dr Aulia Risma Lestari, mahasiswi PPDS Anestesia Undip yang diduga bunuh diri akibat dirundung seniornya, diusut Polda Jawa Tengah.***

Sumber: Goriau.com